Susahnya Jadi Youtuber Jaman Now
Iming-iming kaya dari YouTube memang menjadi salah satu motivasi mengapa setiap hari banyak kanal baru hadir di platform berbagi video milik raksasa internet Google ini. Tidak salah, tapi tak sepenuhnya motivasi ini bisa terus dipegang. Sebab alih-alih menjadi cambuk semangat, malah bisa menjadi bumerang yang kelak menghantam balik. Loh, kenapa?
Sekitar bulan April 2017, YouTube menelurkan kebijakan baru dimana iklan hanya bakal tampil pada video yang sudah memperoleh 10.000 views. Artinya selama video itu belum memperoleh jumlah penayangan tersebut, maka tombol dollar di dasbor kreator tak akan menjadi hijau. Ya sederhanyanya video dengan jumlah penayangan di bawah 10.000 views tak akan ada iklan yang tampil, alias tak akan jadi sumber penghasilan.
Kebijakan yang tertuang dalam YouTube Partner Program (YPP) pada waktu itu memang tidak muncul secara sepihak dari situs yang sudah hadir sejak 2005 ini. Namun kegelisahan para pengiklan yang selama ini setia memasang iklannya di YouTube mulai mengambil sikap. Sikapnya jelas, mereka mengurangi belanja iklannya di YouTube sejak setahun kebelakang.
Alasan para pengiklan mundur selangkah dari YouTube kabarnya disebabkan banyak konten di YouTube yang tidak orisinal. Mengutip dari The Verge, konten-konten tadi banyak yang mengambil (membajak) video orang lain, mengambil dari label film atau musik ternama, dan tak jarang pula mengambil konten dari kreator YouTube lainnya.
Lantas, apakah dengan kebijakan pembatasan jumlah penayangan itu kegiatan pembajakan, re-upload, scam, dan hoax di YouTube berkurang? Tentu saja tidak. Makanya YouTube pun mengambil kebijakan baru meski YPP yang lama belum genap setahun.
Pembatasan Subscriber dan Jam Tayang
Dalam YouTube Creator Blog disebutkan kalau platform berbagi video ini ingin menaikkan standarnya. Praktis, YPP pun kemudian berubah lagi. Per 16 Januari 2018, YPP mensyaratkan 1.000 subscriber dan 4.000 jam tayang selama setahun untuk sebuah kanal YouTube yang mau menampilkan iklan.
Banyak pihak yang mengeluh terhadap kebijakan ini. Pasalnya, 4.000 jam tayang memang bukan jumlah yang sedikit untuk sebuah kanal YouTube kecil, apalagi kanal yang baru. Di forum-forum seperti Indonesian AdSense Publisher Discussion (IAPD), masalah ini pun banyak dibahas. Rata-rata memang mengeluh dengan kebijakan baru YouTube ini.
Di Twitter para kreator tekno pun masalah YPP sempat menjadi bahasan. Akun @AduGadget menuliskan kalau kebijakan baru itu dihiraukannya, terlebih setelah mendapatkan penghasilan $2 per bulannya.
Namun lain lagi akun @PapersBoy milik Putu Reza, pemilik kanal YouTube Project: Review. Ia berpendapat kalau kebijakan ini memiliki dua sisi. Sisi yang pertama bisa dikatakan bagus, sebab YouTube sebenarnya lebih kepada sarana untuk menunjukkan karya dalam bentuk video, alih-alih menjadi kaya. Namun jeleknya, kata Putu, kebijakan ini mematikan kreator yang baru tumbuh.
Putu memang menuliskan serangkaian twit tentang kebijakan YPP ini. Dan ia menutupnya dengan kesimpulan terhadap YouTuber jaman sekarang yang kurang memiliki konten bagus, minim konsistensi, namun ingin cepat kaya.
Apakah Susah Menjadi YouTuber?
Setidaknya begitulah pertanyaan yang banyak diajukan oleh beberapa kawan. Susah enggak sih untuk menjadi YouTuber? Saya menjawab tergantung kondisinya. Sebab untuk sekedar punya akun YouTube itu gampang banget. Kemudian mengisinya dengan video pun sangat mudah. Tapi untuk secara konsisten menghasilkan video yang orisinil, kreatif, dan menarik minat banyak orang untuk menonton yang menjadi letak susah menjadi YouTuber.
Apalagi kalau mindset-nya menjadi YouTuber bisa menghasilkan uang dengan mudah. Yang ada dalam pikirannya adalah uang dari AdSense. Sehingga ia lupa untuk menghasilkan konten secara baik, benar, dan konsisten.
Padahal, menurut banyak YouTuber yang sudah sukses, kalau sudah konsisten dan karyanya bagus, namanya materi itu bakal mengikuti. Sebab pemasukan YouTuber bukan semata dari AdSense saja, akan tetapi ada yang dari endorse produk maupun replacement. Nah, masih berpikir jadi YouTuber itu susah?
Sekitar bulan April 2017, YouTube menelurkan kebijakan baru dimana iklan hanya bakal tampil pada video yang sudah memperoleh 10.000 views. Artinya selama video itu belum memperoleh jumlah penayangan tersebut, maka tombol dollar di dasbor kreator tak akan menjadi hijau. Ya sederhanyanya video dengan jumlah penayangan di bawah 10.000 views tak akan ada iklan yang tampil, alias tak akan jadi sumber penghasilan.
Kebijakan yang tertuang dalam YouTube Partner Program (YPP) pada waktu itu memang tidak muncul secara sepihak dari situs yang sudah hadir sejak 2005 ini. Namun kegelisahan para pengiklan yang selama ini setia memasang iklannya di YouTube mulai mengambil sikap. Sikapnya jelas, mereka mengurangi belanja iklannya di YouTube sejak setahun kebelakang.
Alasan para pengiklan mundur selangkah dari YouTube kabarnya disebabkan banyak konten di YouTube yang tidak orisinal. Mengutip dari The Verge, konten-konten tadi banyak yang mengambil (membajak) video orang lain, mengambil dari label film atau musik ternama, dan tak jarang pula mengambil konten dari kreator YouTube lainnya.
Lantas, apakah dengan kebijakan pembatasan jumlah penayangan itu kegiatan pembajakan, re-upload, scam, dan hoax di YouTube berkurang? Tentu saja tidak. Makanya YouTube pun mengambil kebijakan baru meski YPP yang lama belum genap setahun.
Pembatasan Subscriber dan Jam Tayang
Dalam YouTube Creator Blog disebutkan kalau platform berbagi video ini ingin menaikkan standarnya. Praktis, YPP pun kemudian berubah lagi. Per 16 Januari 2018, YPP mensyaratkan 1.000 subscriber dan 4.000 jam tayang selama setahun untuk sebuah kanal YouTube yang mau menampilkan iklan.
Banyak pihak yang mengeluh terhadap kebijakan ini. Pasalnya, 4.000 jam tayang memang bukan jumlah yang sedikit untuk sebuah kanal YouTube kecil, apalagi kanal yang baru. Di forum-forum seperti Indonesian AdSense Publisher Discussion (IAPD), masalah ini pun banyak dibahas. Rata-rata memang mengeluh dengan kebijakan baru YouTube ini.
Di Twitter para kreator tekno pun masalah YPP sempat menjadi bahasan. Akun @AduGadget menuliskan kalau kebijakan baru itu dihiraukannya, terlebih setelah mendapatkan penghasilan $2 per bulannya.
Namun lain lagi akun @PapersBoy milik Putu Reza, pemilik kanal YouTube Project: Review. Ia berpendapat kalau kebijakan ini memiliki dua sisi. Sisi yang pertama bisa dikatakan bagus, sebab YouTube sebenarnya lebih kepada sarana untuk menunjukkan karya dalam bentuk video, alih-alih menjadi kaya. Namun jeleknya, kata Putu, kebijakan ini mematikan kreator yang baru tumbuh.
Putu memang menuliskan serangkaian twit tentang kebijakan YPP ini. Dan ia menutupnya dengan kesimpulan terhadap YouTuber jaman sekarang yang kurang memiliki konten bagus, minim konsistensi, namun ingin cepat kaya.
Konten bagus: ❌— Putu Reza (@PapersBoy) 17 Januari 2018
Konsisten: ❌
Mau Kaya: ✅
Mentalitas kebanyakan YouTuber baru.
Apakah Susah Menjadi YouTuber?
Setidaknya begitulah pertanyaan yang banyak diajukan oleh beberapa kawan. Susah enggak sih untuk menjadi YouTuber? Saya menjawab tergantung kondisinya. Sebab untuk sekedar punya akun YouTube itu gampang banget. Kemudian mengisinya dengan video pun sangat mudah. Tapi untuk secara konsisten menghasilkan video yang orisinil, kreatif, dan menarik minat banyak orang untuk menonton yang menjadi letak susah menjadi YouTuber.
Apalagi kalau mindset-nya menjadi YouTuber bisa menghasilkan uang dengan mudah. Yang ada dalam pikirannya adalah uang dari AdSense. Sehingga ia lupa untuk menghasilkan konten secara baik, benar, dan konsisten.
Padahal, menurut banyak YouTuber yang sudah sukses, kalau sudah konsisten dan karyanya bagus, namanya materi itu bakal mengikuti. Sebab pemasukan YouTuber bukan semata dari AdSense saja, akan tetapi ada yang dari endorse produk maupun replacement. Nah, masih berpikir jadi YouTuber itu susah?
0 Response to "Susahnya Jadi Youtuber Jaman Now"
Posting Komentar