Menghitung Untung Sindikat Saracen
Saracen sedang jadi buah bibir. Sindikat yang diotaki Jasriadi dan dibantu oleh Muhammad Faisal Tonong serta Sri Rahayu Ningsih ini diduga menjadi salah satu biang kerok tersebarnya konten kebencian di jagat internet Indonesia. Polisi sedang melakukan penyidikan atas kasus ini, dan kepada ketiganya dikenakan pasal pelanggaran UU ITE.
Berdasarkan laporan berbagai media, Saracen punya 800 ribuan akun media sosial, grup Facebook 'Saracen Cyber Team' dengan 136 ribu anggota, dan portal berita online Saracennews.com. Yang membuat mereka melanggar aturan adalah aset media sosial ini mereka pergunakan untuk mengunggah agitasi dan propaganda yang menyangkut kebencian terhadap pemerintah, ras, serta agama tertentu.
Saracen mengapitalisasi kebencian.
Sindikat Saracen diketahui ternyata tidak terafiliasi kepada ideologi tertentu, sebab ada proposal penawaran pembuatan konten yang ditemukan polisi. Ya meskipun ada pengakuan bahwa awal keterlibatan Jasriadi adalah pasca Pilpres 2014 setelah tokoh yang didukungnya gagal, tapi proposal ini tentu bisa dikirim kemanapun tergantung siapa yang membutuhkan jasa Saracen.
Kapitalisasi konten semacam ini memang lumrah saat istilah buzzer semakin tenar di era media sosial. Buzzer merujuk pada sebuah profesi yang mengkapitalisasi pengaruh di ranah media sosial. Buzzer secara umum dikenal hanya sebagai pelaku promosi terhadap produk barang maupun jasa perusahaan melalui aset media sosial mereka. Kemudian ada buzzer politik yang melakukan promosi terhadap kontestan politik dan pada sisi yang lain berupaya menjatuhkan lawannya.
Saracen ini kalau dikategorikan sebagai buzzer politik agak kurang tepat juga. Sebab konten yang diproduksinya hanya berupa konten agitasi dan propaganda, baik berupa meme maupun artikel. Bahkan menurut kabar yang beredar, Saracen merupakan produsen hoax.
Namun apapun kategorisasi Saracen ini, yang jelas mereka merupakan penebar konten negatif berupa kebencian terhadap pemerintah dan SARA. Dan mereka, meskipun hingga saat ini belum diketahui siapa 'majikan'nya, kenyataannya telah mampu melakukan kapitalisasi terhadap kebencian.
Sindikat Saracen yang terdiri dari SRN, MFT, dan JAS. Foto: Biro Multimedia Polri. |
Saracen yang keliru melangkah.
Dengan ditemukannya proposal pembuatan konten dengan nominal Rp.70 jutaan membuat Saracen jadi tampak bodoh. Kebodohan ini disebabkan Saracen tidak melihat peluang yang sebenarnya sangat terbuka lebar untuk meraup untung tanpa harus berurusan dengan yang berwajib. Nah perhatikan hitung-hitungannya berikut ini.
Mari dilihat lagi aset media sosial yang dimiliki Saracen. Mereka punya 800 ribuan akun. Anggap saja dari 800 ribuan ini, masing-masing akun punya 100 jaringan teman. Ya cuma sebanyak itu saja. Maka sudah bisa diketahui ada 80 juta jaringan pertemanan.
Kalau melihat algoritma Facebook, setiap akun tak akan mendapatkan jangkauan lebih dari 10-15%. Katakanlah akun milik Saracen tersebut hanya mendapat 10% dari jaringannya. Ini berarti ada 8 juta akun Facebook yang dijangkau akun-akun Saracen.
Nah, 8 juta ini bukan angka yang kecil, bro! Bahkan ketika yang aktif hanya 10% dari angka 8 juta itu, aset media sosial Saracen masih mendapatkan jangkauan 800 ribu. Sekali lagi, angka ini pun bukan merupakan angka yang sedikit.
Mengapa bukan angka yang sedikit? Sebab angka itu sangat dinamis. Apabila seluruh akun bekerjasama untuk melakukan like-comment-share sebuah postingan dari salah satu akun Saracen, maka angka 800 ribu tersebut akan melejit secara signifikan. Saya sudah menulis tentang cara meningkatkan jangkauan pada algoritma baru Facebook, silakan dibaca.
Jika saja Saracen mengoptimasi Adsense...
Nah, mengapa Saracen bodoh? Sebab mereka tertangkap tidak mendayagunakan aset tersebut untuk mengoptimasi aktivitas buzzer mereka secara halal. Penetrasi ratus ribuan akun tersebut sayang sekali jika dipergunakan untuk pembuatan konten negatif.
Padahal kalau dipergunakan untuk mengoptimasi situs yang dipasang Adsense, misalnya, maka boleh jadi satu bulan bisa payout beberapa kali. Mari kita hitung sama-sama.
Jika ditengok lagi aset media sosial yang didapatkan Saracen, maka sudah ada 800 ribu jangkauan yang bisa didapatkan.
Ada yang skeptis dengan hitung-hitungan ini, sebab jika aset tersebut dipergunakan untuk konten positif maka hasilnya pasti lebih kecil. Anggap saja asumsi itu betul, maka ambil 20 persen saja akun yang mengunjungi situs ber-Adsense tadi. Tentu situs tersebut berpotensi dikunjungi oleh 160 ribuan orang.
Menurut Google, jika sebuah situs yang menayangkan iklan dari Adsense tanpa diklik oleh pengunjung, situs tersebut tetap bisa menghasilkan dollar. Ada perhitungan RPM (revenue per thousand impressions) alias penghasilan per seribu tayangan. Semakin tinggi traffic sebuah situs, maka semakin tinggi pula RPM-nya.
Rata-rata pendapatan Adsense di Indonesia berkisar antara $0,01 hingga $0,05 untuk seribu tampilan laman. Jika situs Saracen punya 160 ribu tayangan laman, maka 160.000 x $0,01 = $1,600. Dan dengan kurs Rp.13.000, maka Jasriadi dan kawan-kawan akan mendapatkan Rp.20 juta.
Ya, Rp.20 juta tersebut bisa didapatkan dalam sehari. Silakan dihitung jika satu bulan. Tentu saja angkanya lebih banyak dari itu. Memang tidak bisa langsung dikalikan 30 hari, sebab ada banyak faktor yang membuatnya mengalami penyusutan. Misalnya ada akun-akun yang tidak optimal, adminnya perlu istirahat, masalah tak terduga, dan lain-lain. Tapi paling tidak, penghasilan optimasi Adsense ini akan melampaui nominal proposal konten negatif tadi. Yang juga disayangkan, di situs Saracennews.com yang notabene terpasang Adsense, justru tidak dimanfaatkan dengan baik.
Tapi tentu saja itu kembali pada kebenaran soal jumlah ternak akun yang jumlahnya mencapai 800 ribu akun itu. Kalau kurang dari jumlah itu, maka penghasilannya pun bisa berkurang. Hanya saja, jika asetnya digunakan bukan untuk pembuatan konten negatif, tentu tidak akan berurusan dengan pihak berwajib seperti saat ini.
Tapi tentu saja itu kembali pada kebenaran soal jumlah ternak akun yang jumlahnya mencapai 800 ribu akun itu. Kalau kurang dari jumlah itu, maka penghasilannya pun bisa berkurang. Hanya saja, jika asetnya digunakan bukan untuk pembuatan konten negatif, tentu tidak akan berurusan dengan pihak berwajib seperti saat ini.
Nah, semenggiurkan inilah sebenarnya bisnis konten jika dikelola secara serius, rapi, dan terorganisir. Dan pengetahuan semacam ini sebenarnya sudah umum diketahui oleh banyak orang. Sayangnya tidak semua orang punya waktu, biaya, dan fasilitas untuk melakukan hal yang sama sehingga mendapatkan aset sebagus Saracen.
Bagaimana, anda berminat?
0 Response to "Menghitung Untung Sindikat Saracen"
Posting Komentar